MAKALAH
ILMU EKONOMI MIKRO ISLAM
Harga dalam Ekonomi Islam dan Mekanisme Pasar Islami
Disusun oleh:
Syalbia Marvilina (2430404121)
24-MBS-D
DOSEN PENGAMPU:
Tezi Asmadia, M. E. Sy
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
TAHUN 2025
KATA PENGANTAR
Terlebih dahulu marilah kita mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan judul “Harga dalam Ekonomi Islam dan Mekanisme Pasar Islami ". Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Ekonomi Mikro Islam.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Ikhwal ini tidak terlepas dari keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tugas – tugas yang akan datang.
Batusangkar, Mei 2025
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................
B. Rumusan Masalah ........................................
C. Tujuan ..............................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Ketentuan Harga Dalam Islam......................
B. Pendapat Ulama Mengenai Penetapan Harga.........................................................................
C. Urgensi Penetapan Harga..............................
D. Mekanisme dan Regulasi Harga....................
E. Menurunkan Harga Menurut Islam............
F. Konsep Harga Yang Adil..................................
G. Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar.....
H. pasar Pada Masa Rasulullah dan Masa Khalifah Rasyidin...................................................
I. Pasar Dalam Pandangan Sarjana Muslim....
J. Prinsip-prinsip Mekanisme Pasar Islami....
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................
B. Saran....................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan ekonomi, penetapan harga merupakan salah satu aspek krusial yang memengaruhi keseimbangan pasar dan kesejahteraan masyarakat. Dalam perspektif Islam, penetapan harga tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi semata, tetapi juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, dan keseimbangan yang diajarkan dalam syariat. Hal ini menjadi penting mengingat harga yang tidak wajar dapat menimbulkan ketidakadilan dan merugikan salah satu pihak, baik penjual maupun pembeli.
Seiring perkembangan zaman, mekanisme pasar dan regulasi harga mengalami perubahan yang signifikan, namun nilai-nilai Islam tetap relevan untuk dijadikan pedoman dalam mengatur aktivitas ekonomi. Penetapan harga dalam Islam juga mendapat perhatian dari para ulama yang memberikan berbagai pandangan terkait bagaimana harga sebaiknya ditentukan agar tidak menimbulkan eksploitasi dan menjaga keseimbangan sosial.
Selain itu, sejarah pasar pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin memberikan contoh konkret bagaimana pasar dan mekanisme harga diatur dengan prinsip-prinsip Islam yang adil dan transparan. Studi tentang konsep pasar dan mekanisme harga dalam Islam menjadi sangat penting untuk memahami bagaimana prinsip-prinsip tersebut dapat diaplikasikan dalam konteks modern.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas secara komprehensif ketentuan harga dalam Islam, pendapat para ulama, urgensi penetapan harga, mekanisme dan regulasi harga, serta konsep pasar dan mekanismenya menurut pandangan Islam. Dengan pemahaman yang mendalam, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menciptakan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
- Menjelaskan Ketentuan Harga Dalam Islam
- Menjelaskan Pendapat Ulama Mengenai Penetapan Harga
- Menjelaskan Urgensi Penetapan Harga
- Menjelaskan Mekanisme dan Regulasi Harga
- Menjelaskan Menurunkan Harga Menurut Islam
- Menjelaskan Konsep Harga Yang Adil
- Menjelaskan Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar
- Menjelaskan Pasar Pada Masa Rasulullah dan Pasar Pada Masa Khalifah Rasyidin
- Menjelaskan Pasar Dalam Pandangan Sarjana Muslim
- Menjelaskan Prinsip-prinsip Mekanisme Pasar Islami
C. Tujuan
- Mengetahui Ketentuan Harga Dalam Islam
- Mengetahui Pendapat Ulama Mengenai Penetapan Harga
- Mengetahui Urgensi Penetapan Harga
- Mengetahui Mekanisme dan Regulasi Harga
- Mengetahui Menurunkan Harga Menurut Islam
- Mengetahui Konsep Harga Yang Adil
- Mengetahui Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar
- Mengetahui Pasar Pada Masa Rasulullah dan Pasar Pada Masa Khalifah Rasyidin
- Mengetahui Pasar Dalam Pandangan Sarjana Muslim
- Mengetahui Prinsip-prinsip Mekanisme Pasar Islami
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ketentuan Harga Dalam Islam
Dalam Islam, penetapan harga dalam transaksi jual beli bukan semata-mata soal mekanisme ekonomi, melainkan juga harus memenuhi prinsip-prinsip syariah yang menekankan keadilan, kejujuran, dan keseimbangan antara kepentingan penjual dan pembeli. Ketentuan harga dalam Islam diatur agar tidak menimbulkan kerugian, penindasan, atau eksploitasi terhadap salah satu pihak.
Prinsip-Prinsip Penetapan Harga dalam Islam
1. Kerelaan (Ar-Ridha) Kedua Pihak
Transaksi harga harus didasarkan pada kesepakatan sukarela antara penjual dan pembeli tanpa adanya paksaan, penipuan, atau tekanan. Rasulullah SAW bersabda:
“Jual beli itu harus dengan kerelaan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, harga yang disepakati harus diterima secara bebas oleh kedua pihak.
2. Keadilan dan Keseimbangan
Islam melarang penetapan harga yang merugikan salah satu pihak secara tidak adil, seperti penimbunan barang untuk menaikkan harga secara tidak wajar (ihtikar). Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188)
Penetapan harga harus mencerminkan nilai sebenarnya dari barang sesuai dengan kondisi pasar yang wajar.
3. Larangan Monopoli dan Penimbunan
Islam melarang praktik monopoli yang menyebabkan harga tidak wajar dan merugikan masyarakat luas. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa yang menimbun barang, maka Allah akan melaknatnya.” (HR. Abu Dawud)
Oleh karena itu, jika terjadi monopoli atau penimbunan yang menyebabkan harga melambung, pemerintah berhak melakukan intervensi untuk mengatur harga demi menjaga kemaslahatan umum.
4. Harga Berdasarkan Mekanisme Pasar yang Sehat
Ulama fiqh, seperti Ibnu Taimiyah dan Al-Ghazali, menjelaskan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran selama tidak ada unsur penipuan, paksaan, atau monopoli. Mekanisme pasar bebas dengan persaingan yang sehat sangat dianjurkan dalam Islam.
5. Transparansi dan Kejujuran
Penjual wajib memberikan informasi yang jujur tentang kualitas dan kondisi barang agar pembeli dapat menentukan harga secara tepat dan adil. Penipuan atau menyembunyikan cacat barang termasuk perbuatan yang dilarang.
Ulama fiqh menegaskan bahwa harga (as-samn) harus mencerminkan kondisi pasar yang berlaku dan adil bagi semua pihak, tidak hanya menguntungkan penjual tetapi juga melindungi hak konsumen. Penetapan harga yang adil didasarkan pada keseimbangan antara permintaan dan penawaran yang saling menguntungkan. Jika terjadi ketidakadilan seperti penimbunan atau harga yang melampaui kewajaran, pemerintah diperbolehkan melakukan intervensi untuk menetapkan harga standar demi melindungi masyarakat.
B. Pendapat Ulama Mengenai Penetapan Harga
Dalam Islam, penetapan harga dalam transaksi jual beli harus berdasarkan prinsip keadilan, kesepakatan sukarela, dan keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar. Islam memberikan kebebasan kepada penjual untuk menetapkan harga dan kepada pembeli untuk memilih membeli atau tidak, sehingga harga terbentuk secara alami melalui mekanisme pasar yang sehat. Keadilan menjadi inti dari penetapan harga karena transaksi yang adil mencerminkan nilai ketakwaan dan menjaga hak kedua belah pihak. Islam juga membolehkan dan bahkan mewajibkan pemerintah melakukan intervensi harga jika terjadi distorsi pasar, seperti monopoli atau penimbunan barang yang menyebabkan harga melambung tidak wajar dan merugikan masyarakat. Dengan demikian, penetapan harga dalam Islam tidak hanya berorientasi pada aspek ekonomi, tetapi juga aspek moral dan sosial untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
Pendapat Ulama Mengenai Penetapan Harga
1. Ibnu Taimiyah
Harga ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan permintaan, penawaran, dan kelangkaan barang.
Pemerintah tidak boleh ikut campur selama harga berjalan alami dan adil.
Intervensi pemerintah diperbolehkan jika terjadi ketidakadilan seperti monopoli atau penimbunan yang merugikan masyarakat.
Faktor penetapan harga meliputi permintaan masyarakat, jumlah pembeli, kebutuhan, kualitas pembeli, dan jenis alat pembayaran.
2. Ibnu Khaldun
Menekankan pentingnya permintaan dan penawaran sebagai faktor utama penetapan harga di pasar.
3. Jumhur Ulama
Sepakat bahwa Islam menjunjung mekanisme pasar bebas di mana penjual bebas menetapkan harga dan pembeli berhak memilih.
Harga harus disepakati secara sukarela tanpa paksaan (ar-ridha).
Penetapan harga yang merugikan salah satu pihak dilarang.
4. Mazhab Maliki dan Hanafi
Membolehkan intervensi harga oleh pemerintah dalam situasi tertentu untuk menjaga keadilan dan kepentingan umum.
5. Yahya bin Umar al-Maliki
Melarang penetapan harga oleh pemerintah berdasarkan hadis Nabi yang menolak intervensi harga.
Menekankan bahwa intervensi harga dapat menyebabkan distorsi pasar, pasar gelap, dan ketidakteraturan ekonomi.
Penjelasan dan pendapat ulama ini didukung oleh landasan Al-Qur’an dan Hadis yang menekankan keadilan, larangan penipuan, monopoli, dan penimbunan, serta pentingnya kerelaan dalam jual beli.
C. Urgensi Penetapan Harga
Urgensi penetapan harga dalam Islam sangat penting karena harga memengaruhi kelancaran dan keadilan dalam transaksi ekonomi serta kesejahteraan masyarakat secara luas. Harga yang terlalu tinggi dapat menyebabkan barang menjadi kurang terjangkau oleh konsumen, sementara harga yang terlalu rendah dapat merugikan produsen sehingga mengganggu kelangsungan produksi. Oleh karena itu, penetapan harga yang adil dan seimbang diperlukan agar pasar dapat berjalan efektif dan efisien, serta menjaga hak dan kepentingan baik penjual maupun pembeli.
Dalam perspektif Islam, penetapan harga yang adil menjadi inti dari transaksi yang sesuai syariah karena keadilan merupakan prinsip dasar dalam semua muamalah. Islam menghargai mekanisme pasar yang terbentuk dari interaksi permintaan dan penawaran, namun juga membolehkan pemerintah melakukan intervensi harga jika terjadi distorsi pasar seperti monopoli atau penimbunan yang merugikan masyarakat. Intervensi ini bertujuan melindungi pembeli agar tidak dirugikan oleh harga yang melambung dan sekaligus menjaga keuntungan wajar bagi penjual agar produksi tetap berkelanjutan. Dengan demikian, penetapan harga yang tepat sangat mendesak untuk menciptakan keseimbangan pasar, mencegah eksploitasi, dan mendukung kemaslahatan umum.
D. Mekanisme dan Regulasi Harga
Secara umum, pasar diartikan sebagai interaksi atau pertemuan antara permintaan dan penawaran, sedangkan mekanisme pasar merupakan proses penentuan harga berdasarkan kekuatan permintaan (demand) dan penawaran (supply) (Rahardja dan Manurung, 1999:26). Adapun pertemuan antara permintaan dan penawaran tersebut akan membentuk harga keseimbangan (equilibrium price).
Ibnu Taimiyah menjelaskan bagaimana proses penentuan harga berdasarkan
kekuatan permintaan dan penawaran dalam pasar bebas. Berikut pendapat Ibnu
Taimiyah sebagaimana dikutip oleh Islahi (1997):
“Naik turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh kezaliman orang-orang tertentu. Terkadang, hal tersebut disebabkan oleh kekurangan produksi atau penurunan impor barang-barang yang diminta. Oleh
karena itu, apabila permintaan naik dan penawaran turun, harga-harga naik. Di sisi lain, apabila persediaan barang meningkat dan permintaan terhadapnya menurun, harga pun turun. Kelangkaan atau kelimpahan ini
bukan disebabkan oleh tindakan orang-orang tertentu. Ia bisa jadi disebabkan oleh sesuatu yang tidak mengandung kezaliman, atau
terkadang, ia juga bisa disebabkan oleh kezaliman. Hal ini adalah kemahakuasaan Allah yang telah menciptakan keinginan di hati manusia”
Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa harga naik bisa disebabkan
oleh tindakan zalim atau ketidakadilan yang dilakukan oleh penjual. Sehingga perbuatan ini mengakibatkan terjadinya ketidaksempurnaan pasar. Namun, hal ini
juga tidak bisa disamakan untuk semua kondisi, karena naik turunnya harga bisa juga disebabkan karena kekuatan pasar.
Menurut Ibnu Taimiyah, ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi
permintaan serta berpengaruh terhadap harga (Abdullah, 2010:262-263), yaitu:
a. Adanya keinginan masyarakat (raghbah) terhadap barang dengan jenis yang berbeda.
b. Jumlah para pembeli atau peminat suatu barang
c. Besar atau kecilnya tingkat kebutuhan terhadap suatu barang.
d. Kualitas para pembeli, seperti pembeli terpercaya dalam melunasi utang mendapatkan harga yang lebih rendah daripada pembeli yang suka mengulur-ulur
pembayaran utang.
e. Jenis mata uang yang digunakan dalam transaksi.
f. Ada tidaknya persediaan barang di pasar.
g. Besar kecilnya biaya atau modal yang dikeluarkan produsen atau penjual.
Dengan demikian, Ibnu Taimiyah sangat menghargai adanya mekanisme harga. Karena itu, ia menyetujui jika pemerintah tidak melakukan intervensi harga selama mekanisme pasar berjalan secara sempurna. Dengan kata lain, kurva permintaan dan penawaran bertemu tanpa ada campur tangan yang lain, atau terjadinya perubahan harga karena perubahan penawaran dan permintaan secara alamiah atau sering dikenal dengan genuine supply dan genuine demand. Akan tetapi, apabila perubahan harga bukan dikarenakan perubahan penawaran dan permintaan secara alamiah, maka dalam hal ini pemerintah boleh melakukan intervensi harga.
Sedangkan Regulasi harga merupakan aturan pemerintah terhadap harga-harga barang yang ada di pasar. Tujuannya adalah untuk menegakkkan keadilan serta memenuhi kebutuhan pokok masyarakat (Amalia, 2005:210).
Berkaitan dengan hal di atas, Nabi Saw. menjelaskan dalam hadisnya sebagai
berikut:
“Dari Anas bin Malik beliau berkata: harga barang-barang pernah mahal pada masa Rasulullah Saw. lalu orang-orang berkata: Ya Rasulullah, harga-harga menjadi mahal, tetapkanlah standar harga untuk kami, lalu Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah lah yang menetapkan harga, yang menahan dan membagikan rizki, dan sesungguhnya saja mengharapkan agar saya dapat berjumpa dengan Allah Swt dalam keadaan tidak seorang pun di antara kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpahan darah (pembunuh) dan harta.” (HR. Abu Daud, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah) (Dawud, 1998:362).
Menurut Ibnu Taimiyah, Hadis tersebut berisi penolakan terhadap regulasi harga, karena termasuk dalam kasus khusus, bukan merupakan kasus yang umum.
Oleh karena itu, kenaikan harga bukan disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar,
melainkan karena kekuatan permintaan dan penawaran (Karim, 2002:30).
Dari Hadis tersebut juga diketahui bahwa Nabi Saw. tidak ingin terlibat dalam penetapan harga, karena naiknya harga dikarenakan kondisi objektif pasar di Madinah, bukan karena adanya kecurangan atau ulah sekelompok orang yang menginginkan keuntungan semata. Pada masa itu, pasar Madinah mengalami
penurunan produksi atau kekurangan supply impor sehingga mengakibatkan harga naik, serta tidak terdapat indikasi adanya pedagang melakukan ihtikar. Oleh karena itu, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa naiknya harga pada masa Nabi disebabkan karena mekanisme pasar bekerja secara sempurna.
Ibnu Taimiyah membuktikan bahwa Nabi Saw. pernah menetapkan harga
yang adil dalam beberapa kondisi, yaitu (1) Kasus pembebasan budak, di mana harus
ada pertimbangan harga yang adil dari budak tersebut tanpa adanya penambahan atau pengurangan harga. (2) Kasus perselisihan antara dua orang, yakni pemilik pohon dan pemilik tanah. Dalam hal ini, pemilik tanah merasa terganggu atas pohon orang lain (pemilik pohon) yang tumbuh di area tanahnya, sehingga hal itu dilaporkan
kepada Rasul. Kemudian hasil keputusannya adalah Rasul memberikan dua pilihan
kepada pemilik pohon, yakni menyerahkan secara sukarela pohon tersebut kepada
pemilik tanah atau menjualnya kepada pemilik tanah dengan imbalan ganti rugi yang setara (Amalia, 2005:215).
Dari permasalahan ini diketahui bahwa jika cara penyerahan barang dengan sukarela sulit dilakukan, maka boleh dipaksakan untuk dilakukan penjualan barang.
Hal ini termasuk intervensi yang dilakukan oleh Rasulullah agar terhindar dari kerugian pihak tertentu. Selain itu, penetapan harga menurut Ibnu Taimiyah juga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penetapan harga yang tidak adil atau mengandung unsur kezaliman dan penetapan harga yang adil menurut hukum (Qardhawi, 1977:467)
E. Menurunkan Harga Menurut Islam
Dalam Islam, menurunkan harga merupakan tindakan yang dianjurkan selama dilakukan dengan niat baik dan tidak merugikan pihak lain. Rasulullah SAW menunjukkan sikap proaktif dalam menghadapi kenaikan harga dengan menekankan keadilan dan kesejahteraan sosial tanpa mengekang mekanisme pasar. Dalam sebuah hadis, ketika umat meminta Nabi menetapkan harga saat harga melambung, beliau menjawab bahwa sesungguhnya Allah-lah yang menetapkan harga dan rezeki, sehingga beliau tidak ingin dipersalahkan atas ketidakadilan dalam penetapan harga. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, harga sebaiknya terbentuk secara alami melalui mekanisme pasar yang adil dan transparan.
Namun, Islam juga melarang praktik-praktik yang menyebabkan harga tidak wajar, seperti penimbunan barang dan monopoli. Dalam kondisi pasar yang sehat, menurunkan harga bisa menjadi strategi bisnis yang diperbolehkan dan bahkan dianjurkan untuk menarik pembeli serta mencegah eksploitasi. Ulama menegaskan bahwa penurunan harga harus dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tetap memperhatikan prinsip keadilan agar tidak merugikan produsen maupun konsumen.
Selain itu, pembatasan harga atau intervensi pemerintah (tas'îr) hanya dibenarkan dalam situasi tertentu, misalnya untuk mengatasi monopoli atau penimbunan yang merugikan masyarakat, sehingga harga bisa ditekan agar tetap terjangkau dan adil bagi semua pihak. Dengan demikian, menurunkan harga menurut Islam bukan berarti harus dipaksakan, melainkan harus berdasarkan kesepakatan yang adil dan bertujuan menjaga keseimbangan pasar serta kemaslahatan umat.
F. Konsep Harga Yang Adil
menurut Sudarsono (2003), harga dibentuk
oleh keseimbangan permintaan dan penawaran. Keseimbangan tersebut bila antara penjual dan pembeli tidak bersikap saling merelakan. Kerelaan ini ditentukan oleh penjual dan pembeli dalam mempertahankan kepentingannya atas barang tersebut. Jadi. harga ditentukan oleh kemampuan penjual untuk menyediakan barang yang ditawarkan kepada pembeli, dan kemampuan pembeli untuk mendapatkan barang tersebut dari penjual.
Konsep Islam memahami bahwa pasar dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi
bila prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara efektif. Pasar tidak mengharapkan adanya Intervensi dari pihak manapun, tak terkecuali Negara dengan otoritas penentuan harga atau privat sektor dengan kegiatan monopolistik ataupun yang lainnya. Oleh karena itu Sudarsono (2003), menuturkan bahwa keseimbangan pasar dalam Islam mempertimbangkan beberapa
hal, di antaranya adalah:
1. Kondisi pasar yang kompetitif mendorong segala sesuatunya menjadi terbuka. Dengan
sama-sama merelakan keadaan masing-masing diketahui orang lain, berarti produsen dan konsumen mengetahui langsung kelebihan dan kelemahan dari barang yang ada di pasar, sehingga menjadikan semua pihak mendapatkan kepuasan. Bila produsen menjual
produknya tidak terbuka maka masyarakat akan cenderung merasa kurang puas, maka ia akan memilih produsen lain.
2. Produsen dilarang melakukan praktek perdagangan demi keuntungan pribadi dengan cara memberhentikan pedagang di pinggir jalan sebelum mengetahui harga yang berlaku di pasaran.
3. Monopoli dan oligopoli tidak dilarang keberadaannya selama mereka tidak mengambil keuntungan di atas keuntungan normal.
4. Islam melarang penimbunan karena alasan untuk mencari keuntungan dari kelangkaan barang di pasar.
5. Islam melarang untuk bertindak curang. Bila terhadap timbangan, ukuran, jenis dan nilai barang dikurangi maka pengaruhnya terhadap pembeli adalah daya beli pembeli berkurang, dan akan meningkatkan nilai jual barang.
6. Islam melarang menyembunyikan cacat barang demi untuk mendapatkan harga yang tinggi.
Selanjutnya tentang harga yang adil Ibnu Taimiyah (dalam Matrani, 2008) mendefinisikan bahwa harga yang setara itu adalah harga baku, di mana penduduk menjual barang-barang mereka dan secara umum diterima sebagai sesuatu yang setara dengan itu dan untuk barang yang sama pada waktu dan tempat yang khusus. Harga setara itu adalah sesuai dengan keinginan atau lebih persisnya harga yang ditetapkan oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas antara penawaran dan permintaan. Begitu juga sasaran utama dan harga yang
adil dan gagasan lain yang berkaitan dengannya adalah memelihara keadilan dalam transaksi timbal balik dan hubungan-hubungan lain di antara anggota masyarakat. Dalam konsep Islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela, tidak ada pihak merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada suatu tingkat harga, sebagaimana firman Allah SWT.
"Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan Jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu" (QS:4:29)
Di sisi Iain, Karim (2002) menambahkan dalam hal harga para ahli fiqih merumuskannya sebagai the price of equivalen (harga padan). Konsep harga padan ini mempunyai implikasi penting dalam ilmu ekonomi, yaitu keadaan pasar yang kompetitif. Dalam konsep ini, monopoli
atau oligopoli dalam artian hanya penjual atau beberapa penjual tidak dilarang keberadaannya, selama mereka tidak mengambil keuntungan dl atas keuntungan normal.
Adanya suatu harga yang adil telah menjadi pegangan yang mendasar dalam transaksi
yang Islami. Pada prinsipnya transaksi bisnis harus dilakukan pada harga yang adil, sebab ia adalah cerminan dari komitmen syariah Islam terhadap keadilan yang menyeluruh. Secara umum harga yang adil ini adalah harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan (kedzaliman) sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualannya secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkannya (Islahi, 1997).
G. Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar
Pasar merupakan salah satu sarana penunjang dalam pelaksanaan kegiatan muamalah sesama manusia. Pasar adalah tempat berkumpulnya para pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli, yaitu penjual dan pembeli. Ditinjau dari jenisnya, pasar terbagi menjadi dua yaitu pasar
tradisional dan pasar modern. Eksistensi pasar umumnya merupakan fokus utama perekonomian dari suatu wilayah, karena keberadaannya berfungsi sebagai pusat distribusi barang-barang dan kebutuhan ekonomi lainnya. Mekanisme pasar adalah setiap transaksi permintaan dan penawaran
ditentukan oleh harga serta jumlah barang. Titik ekuilibrium akan terjadi pada mekanisme pasar jika harga barang yang diminta sama dengan harga barang yang ditawarkan atau jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah barang yang ditawarkan.
H. Pasar Pada Masa Rasulullah dan Masa Khalifah Rasyidin
Pada masa Rasulullah SAW dan Khulafaur rasyidin, pasar memegang peranan penting dalam perekonomian, bahkan Rasulullah SAW pada masa awalnya terkenal sebagai pebisnis yang berhasil. Pada usia tujuh tahun, beliau telah mengadakan perjalanan perdagangan bersama pamannya Abu Talib ke negeri Syam. Jiwa bisnis beliau mulai mengkristal semenjak sering pergi ke negeri Syam. Kemudian, sejalan dengan usianya semakin dewasa, Nabi Muhammad SAW semakin giat berdagang, baik dengan modal sendiri, ataupun bermitra dengan orang lain. Kemitraan, baik dengan sistem mudharabah atau musyarakah, dapat dianggap cukup populer pada masyarakat Arab pada waktu itu. Salah satu, mitra bisnisnya adalah Khadijah seorang pengusaha yang cukup disegani di Mekkah, yang akhirnya menjadi istri beliau. Berkali-kali Muhammad SAW terlibat urusan dagang ke luar negeri (Syam, Suriah, Yaman dan lain-lain) dengan membawa modal dari Khadijah. (Hamsyari, 1985: 85)
I. Pasar Dalam Pandangan Sarjana Muslim
Sarjana Muslim adalah para ulama dan pemikir Islam yang mengkaji dan mengembangkan ilmu pengetahuan, termasuk ekonomi, berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Mereka tidak hanya ahli agama, tetapi juga memberikan kontribusi penting dalam teori dan praktik ekonomi Islam dengan mengintegrasikan nilai-nilai moral dan sosial dalam aktivitas ekonomi.
Salah satu tokoh sarjana Muslim yang sangat berpengaruh adalah Ibnu Khaldun (abad ke-14), yang dikenal dengan karyanya "Muqaddimah". Ia mengembangkan teori ekonomi yang mencakup konsep nilai berdasarkan kerja, siklus ekonomi, dan peran aktif pemerintah dalam menjaga stabilitas dan keadilan sosial. Ibnu Khaldun menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mengatur ekonomi untuk mencegah eksploitasi dan ketidakadilan.
Selain Ibnu Khaldun, tokoh lain seperti Abu Yusuf dan Al-Ghazali juga memberikan pandangan tentang mekanisme pasar Islam yang menekankan keadilan, transparansi, persaingan sehat, dan larangan monopoli serta penimbunan. Mereka memandang pasar sebagai institusi yang harus bebas namun tetap diawasi agar tidak terjadi praktik curang yang merugikan masyarakat.
Para sarjana Muslim memandang pasar sebagai institusi ekonomi yang sangat penting dan harus berjalan sesuai prinsip-prinsip Islam yang menekankan keadilan, kejujuran, dan keseimbangan antara kepentingan penjual dan pembeli. Pasar dalam pandangan mereka bukan hanya tempat transaksi, tetapi juga wadah sosial yang diatur dengan nilai moral dan syariah agar tercipta mekanisme pasar yang sehat dan berkeadilan. Mereka menegaskan bahwa harga harus terbentuk melalui interaksi alami antara permintaan dan penawaran secara sukarela (ar-ridha) tanpa adanya paksaan, monopoli, atau penimbunan yang merugikan masyarakat. Pemerintah berperan sebagai pengawas pasar (al-muhtashib) untuk memastikan tidak terjadi kecurangan seperti penipuan, tadlis, atau distorsi pasar, namun tidak ikut campur dalam penentuan harga selama pasar berjalan adil. Pasar Islam idealnya adalah pasar persaingan sempurna yang menjamin kebebasan dan keadilan dalam transaksi, sekaligus menghindarkan praktik yang dapat merusak keseimbangan ekonomi dan sosial.
J. Prinsip-prinsip Mekanisme Pasar Islami
Prinsip-prinsip mekanisme pasar Islami didasarkan pada nilai-nilai syariah yang menekankan keadilan, kerelaan, transparansi, dan persaingan sehat. Berikut prinsip-prinsip utama mekanisme pasar dalam Islam:
1. Ar-Ridha (Kerelaan Kedua Pihak)
Semua transaksi harus dilakukan atas dasar kesepakatan sukarela antara penjual dan pembeli tanpa paksaan, sesuai firman Allah dalam QS An-Nisa (4:29).
2. Keadilan dan Kewajaran
Harga harus adil dan wajar, mencerminkan nilai sebenarnya dari barang atau jasa, tanpa adanya penipuan, monopoli, atau penimbunan yang merugikan masyarakat.
3. Transparansi dan Kejujuran
Informasi tentang barang dan harga harus terbuka dan jujur agar kedua belah pihak dapat membuat keputusan yang tepat dan adil.
4. Persaingan Sehat
Pasar harus bebas dari praktik monopoli dan persaingan tidak sehat, sehingga harga terbentuk melalui interaksi alami antara permintaan dan penawaran.
5. Larangan Aktivitas yang Dilarang Syariah
Pasar tidak boleh memperdagangkan barang, jasa, atau aktivitas yang diharamkan seperti riba, barang haram, atau produk yang membahayakan masyarakat.
6. Peran Pemerintah sebagai Pengawas (Al-Muhtashib)
Pemerintah tidak ikut campur dalam penentuan harga secara langsung, tetapi berfungsi mengawasi agar mekanisme pasar berjalan adil, mencegah kecurangan, monopoli, dan penimbunan.
7. Keseimbangan dan Kemanfaatan
Mekanisme pasar harus menciptakan keseimbangan antara memaksimalkan keuntungan dan memenuhi prinsip syariah, serta memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas (rahmatan lil-‘alamin).
Prinsip-prinsip ini membentuk sistem pasar yang tidak hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga beretika dan berkeadilan sesuai tuntunan Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penetapan harga dalam Islam didasarkan pada prinsip keadilan, kerelaan, dan keseimbangan antara penjual dan pembeli tanpa adanya paksaan atau penipuan. Harga sebaiknya terbentuk secara alami melalui mekanisme pasar yang sehat, yaitu interaksi antara permintaan dan penawaran, sesuai dengan ketentuan syariah. Para ulama memberikan pandangan yang beragam, namun mayoritas sepakat bahwa intervensi pemerintah dalam penetapan harga hanya diperbolehkan untuk mengatasi ketidakadilan seperti monopoli dan penimbunan yang merugikan masyarakat.
Urgensi penetapan harga yang adil sangat penting untuk menjaga stabilitas pasar, melindungi hak konsumen dan produsen, serta mencegah eksploitasi yang dapat merusak kesejahteraan umat. Mekanisme dan regulasi harga dalam Islam menekankan persaingan sehat, transparansi, dan kejujuran, sehingga pasar dapat berjalan efisien dan berkeadilan.
Penurunan harga menurut Islam dianjurkan selama dilakukan secara sukarela dan tidak merugikan pihak lain, serta bertujuan untuk kemaslahatan bersama. Konsep harga yang adil menuntut keseimbangan antara nilai barang, kemampuan pembeli, dan keuntungan wajar bagi penjual.
Pasar dalam Islam bukan hanya tempat transaksi ekonomi, tetapi juga institusi sosial yang diatur dengan prinsip moral dan syariah. Pasar pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin dijalankan dengan pengawasan ketat untuk mencegah praktik curang dan menjaga keadilan. Para sarjana Muslim seperti Ibnu Khaldun dan Al-Ghazali menegaskan pentingnya mekanisme pasar yang berlandaskan keadilan, persaingan sehat, dan peran pengawas pasar (al-muhtashib).
Prinsip-prinsip mekanisme pasar Islami meliputi kerelaan (ar-ridha), keadilan, transparansi, persaingan sehat, larangan monopoli dan penimbunan, serta peran pemerintah sebagai pengawas yang menjaga agar pasar berjalan sesuai syariah. Dengan prinsip-prinsip ini, pasar Islam berfungsi sebagai sistem ekonomi yang adil, beretika, dan berkelanjutan, yang mampu menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan umat.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun pembahasan makalah di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman, Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: IIIT Indonesia) 2002.
Ahmad Fikri Nu’man, Al-Nadzoriyah al-Iqtishadiyah fi al-Islam, (Beirut: Maktabah al-Islamiyah), 1995.
Al-Quran dan terjemahannya
Islahi, A. 1997. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Surabaya: Bina Ilmu Offset.
Matrani, Muhammad Aid! (2008). Pemikiran Ibnu Taimiyyah tentang Mekanisme Pasar dalam Ekonomi Islam. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Taimiyah, I. 1976. Al-Hisbah fi al-Islam. Kairo: Dar al-Sha’b
Komentar
Posting Komentar